Minggu
pertama hari-hari di kantor begitu indah dan rasanya sangat cepat
berjalan. Namanya Indah Rita Purwati, oh... rasanya kerjaku semakin
bersemangat. Setiap kali dia datang ke kamar kerjaku membawa surat atau
minumanku, aku mulai menancapkan busur-busur asmaraku dari mulai
menggenggam tangannya, mencium hidung dan keningnya tetapi masih cukup
sopan, jangan sampai dia kaget atau marah. Tapi aku yakin, dia pun ingin
diperlakukan demikian karena ternyata dia tak menolak bahkan kerjanya
semakin rajin dan cekatan bahkan tak pernah bolos (termasuk ketika
datang matahari, eh.. datang bulan).
Kupikir tak apa, malah aku senang,
toh aku belum mau pakai, yang penting bisa mencium bibirnya, hidungnya,
keningnya dan dari hari ke hari kami semakin tenggelam dalam asmara.
Ketika itu, tahun 2002, dia sudah punya pacar bahkan pacarnya terus
memintanya untuk segera menikah. Herannya, menurut pengakuannya, dia
semakin benci dan tidak berniat kawin dengan pacarnya itu. Weleh-weleh-
weleh, rupanya jerat cintaku telah merasuki jiwanya.
Sampai
suatu hari (3 bulan kemudian), aku memberanikan diri untuk mengajaknya
pergi ke luar kota di hari Minggu, karena tidak mungkin kami mencurahkan
cinta kasih kami di kantor. Dia setuju dan berjanji untuk menungguku di
sebuah pasar swalayan tak jauh dari rumahnya. Maka ketika mobil kami
meluncur di tol Jagorawi menuju Bogor dan kemudian ke Pelabuhan Ratu
Sukabumi, hati kami semakin berbunga-bunga sebab kami akan dapat
mencurahkan segalanya tanpa takut diketahui orang atau pegawai lain di
kantor maklum kedudukanku sebagai kepala cabang bank swasta terkemuka di
samping sudah beristeri dan beranak dua.
"Rit....", kataku pelan ketika mobilku keluar pintu tol.
"Ada apa Pak?", Rita menjawab manis sambil melirikku.
"Sekarang jangan panggil bapak, panggil saja Papah, biar nanti orang mengira kita ini suami-isteri."
Dia
mencubit pahaku sambil tersenyum manja, dan tangannya kutahan untuk
tetap memegang pahaku, dia mendelik manja tapi juga setuju.
"Pah... kamu nakal deh", sambil mencubit sekali lagi pahaku.
Wah,
rasanya aku seperti terbang ke langit mendengar Rita mengatakan "Papah"
seperti yang kuminta. Sebaliknya, aku pun mulai saat itu memanggil Rita
dengan sebutan "Mamah" dan kami saling memagut cinta sepanjang
perjalanan ke Pelabuhan Ratu itu, laksana sepasang sejoli yang sedang
mabuk cinta atau pengantin baru yang akan ber-"honey-moon" , sehingga
tak terasa mobilku sudah memasuki halaman Hotel Samudera Beach. Pelabuan
Ratu yang berada di tepi Samudra Hindia dengan ombaknya yang terkenal
garang.
Laksana suami isteri, aku dan Rita masuk dan menuju "reception
desk" untuk check-in minta satu kamar yang menghadap ke laut lepas.
Petugas resepsi dengan ramah dan tanpa rewel (mungkin karena aku
ber-Mamah-Papah dan terlihat sebagai suami isteri yang sangat serasi,
sama ganteng dan cantiknya) segera memberikan kunci kamar, sambil minta
seorang room-boy mengantar kami ke ruangan hotel di lantai tiga kalau
aku tak salah. Segera kututup pintu kamar, di-lock sekaligus dan pesan
supaya kami tidak diganggu karena mau beristirahat. Aku dan Rita duduk
berhadapan di pinggir tempat tidur sambil tersenyum mesra penuh
kemenangan. Akhirnya, angan-angan yang selalu kuimpikan untuk
berdua-duaan dengan Rita ternyata terlaksana juga. Kukecup hidungnya,
keningnya, telinganya, Rita menggelinjang geli. Kusodorkan mulutku untuk
meraih mulutnya, dia terpejam manja dan ketika bibir kami bersentuhan
dan kuulurkan lidahku ke bibirnya, ternyata dia langsung menyedot dan
melumat lidahku dalam-dalam.
"Ooohhgghh, Paahh", Rita mulai terangsang dan merebahkan badannya
Aku
segera saja menggumulinya dan menaiki badannya. Rita melenguh dan
terpejam, kemaluanku bergesekan dengan selangkangannya dan bau harum
parfumnya semakin merangsang nafsuku.
"Paahh, kita buka pakaiannya dulu, nanti lecek."
Oh, harum sekali mulutnya, kulumat habis wajahnya, kupingnya, jidatnya dan mulutnya.
"Paahh, bandel nih, kita buka dulu bajunya!"
Aku masih terengah-engah menahan nafsuku yang membara, kemaluanku semakin menegang menggesek selangkangannya.
"OK Mahh... yuuk dibuka dulu."
Karena
sudah sama-sama ngebet, kami saling membukakan pakaian dan setelah
T-Shirt-nya kulepas, terlihat sepasang gunung menyembul putih, dan mulus
sekali. Kami berpandangan setelah tak selembar benang pun menempel.
Kudekap Rita yang mulus, putih, harum itu, kujilati semuanya sambil
berdiri, sementara kemaluanku sudah tegang memerah, apalagi ketika Rita
mulai meraba dan meremas batang kemaluanku.
Kutelentangkan dia di tempat
tidur. Oh... betapa mulusnya badan Rita, sempurna sekali seperti
bidadari. Pinggulnya yang montok, buah dadanya yang putih kencang dengan
puting merona merah dan kemaluannya yang dijalari rambut kemaluan yang
tidak terlalu lebat jelas menampakkan bentuknya yang sempurna tanpa
cacat, dan kelentit yang merah terlihat rapi dan belum menonjol keluar
karena memang Rita masih perawan. Kujilati dari ujung kaki sampai ujung
jidatnya yang mulus, naik ke atas, berhenti lama di bawah kemaluannya.
Kumainkan lidahku di antara selangkangannya, Rita melenguh, terus
kukulum-kulum kemaluannya, klitorisnya yang merah dan beraroma harum,
tambah lama tambah merambah ke dalam lubang kemaluannya yang merah.
"Ogghh… Paahh, geliii… terusss Pahh… ogghh… tapi jangan terlalu dalam Pahh... saakiiit…"
"Yaa
sayanggg", sambil terus lidah dan mulutku mengulum kemaluan dan
kelentitnya yang mulai terasa agak asin karena cairan kemaluan Rita
mulai keluar.
"Ogghh… Paah, adduuhh… Paahh, gelii… Pahh, Mamah kayaak maauu... ogghh."
Aku
terus menjilati seluruh kemaluannya dengan membabi buta, kuhirup
seluruh cairannya yang wangi itu, sekali-kali lubang pantatnya kujilati
dan Rita menggelinjang dan merintih setiap kali kujilat pantatnya.
Penisku
semakin tegang dan keras, urat-uratnya terlihat jelas menegang, aku
tahan terus supaya tidak ejakulasi duluan. Aku ingin memuaskan Ritaku
yang tentunya baru merasakan kenikmatan surga dunia ini bersama lelaki
yang dicintainya.
"Paahh, eemmggghh… teruss... Paahh, geellii... oooggghh... Pappaahh jaahhaatt!"
Aku
masih saja terus melumat, memamah, menggigit-gigit kecil lubang
kemaluan dan klitorisnya yang merah dan beraroma wangi, dan pantat Rita
semakin cepat naik turun sepertinya mau agar lidahku semakin masuk ke
lubang kemaluannya.
"Paahh, naik Paahh… udaahh donnkk… Mamahh nggak tahaan", sambil menarik tanganku.
Matanya
terpejam ayam, buah dadanya yang putih, mulus dan mengkel terlihat naik
turun. Aku menaiki badannya dan penisku yang sudah seperti besi terasa
menggesek bulu kemaluannya dan menempel hangat di sela-sela kemaluannya
yang semakin basah oleh ludahku dan cairan vaginanya. Kuremas dan
kuhisap buah dadanya, kukulum puting susunya yang merah muda, terasa
sedap dan manis. Rita menggelinjang dan semakin melenguh.
"Maahh, masukin yaa… penis Papah"
Dia
mengangguk sambil tetap terpejam. Kubidikan penisku yang sudah keras
itu ke lubang kemaluannya, dan kujajaki sedikit-sedikit lubangnya,
maklum Rita masih perawan, aku tak ingin menyakitinya.
"Pppaahh… masukkaan cepatt... Mamah nggak tahan Paah aahh..."
Kutancapkan
penisku lebih dalam, Rita merintih nikmat, pantatku naik turun untuk
mencari lubang kemaluannya yang masih belum tertembus penis itu, Rita
terus menggoyangkan pantatnya naik turun sambil terus merintih.
"Maahh,
penis Papahh udahh masuukk… oogghh mahh, vaginanya lezat,
menyedot-nyedottt. .. penis...", aku mulai merasakan kenikmatan yang
luar biasa, karena disamping Rita masih perawan, vaginanya juga punya
keistimewaan yang sering disebut "empot-empot ayam" itu.
Tambah
lama penisku tambah melesak jauh ke dalam vagina Rita dan ada beberapa
tetes darah sebagai tanda keperawanannya diberikan kepadaku, boss-nya,
kekasih barunya. Oh, betapa bahagianya hati ini.
"Paahh, saakkiitt… Paahh, tapi enaak… oooggghh.. Paahh, terus goyang paahh... oooghh… cepeetiinn paahh..."
Aku
semakin mempercepat goyangan pantatku naik turun dan penisku sudah bisa
masuk semuanya ke lubang kemaluan Rita. Aku bangun dan duduk sambil
kupeluk Rita untuk duduk berhadap-hadapan dengan tidak melepaskan
penisku. Rita duduk di pangkuanku dengan kaki melonjor ke belakang
pantatku. Penisku terus menancap di vaginanya dan Rita mulai
menaik-turunkan pantatnya.
"Paahh, oggghh... pahh", sambil melumat bibirku dan menggigitnya.
"Mmaahh, oogghh… aememmhh... maahh, goyang terusss... Papah mau keluarrrr."
Rita
semakin beraksi menaikturunkan pinggulnya yang bahenol dan putih bersih
dan aku pun meladeninya dengan menaikturunkan pantat dan penisku
semakin kencang juga.
"Pppaahh...
Papahh harus tanggung jawab yaa, kalau Rita hamil", ucapnya di
sela-sela nafasnya yang semakin ngos-ngosan. "Ritaa... emmhhggg… sayang
Pappaahh... biarin mengandung anak Papaah", manjanya.
Aku mengangguk saja sebab aku sangat mencintainya.
"Paahh... oogghh... emmgghh... Ritaa mauuu... keluaarrr... oomhh."
"Papahh..
jugaa... sayanggg.... ", jawabku sambil telentang lagi sedangkan Rita
tetap nongkrong berada di atas badanku dan vagina serta pantatnya naik
turun semakin cepat melumat habis batang penisku.
"Paahh...
Mamahh... oooghh... sssakittt, oooggghh... tapiii.. ennaakk", ketika
kubalikkan badannya dan kutancapkan penisku dari belakang.
Kugenjot
terus penisku keluar masuk lubang kemaluannya sambil kuremas-remas
pinggulnya yang mulus dan montok seperti gitar itu, Rita semakin
merintih, aku juga semakin tersengal-sengal menahan nafasku dan penisku
yang semakin liar. Waktu sudah berjalan sekitar 50 menit sejak kami
masuk kamar. Kuat juga pikirku, mungkin berkat latihan yogaku yang cukup
teratur, sehingga bisa menahan emosi dan cukup nafas. Aku memang rada
jago juga dalam bermain asmara di ranjang.
"Terruusss.. . Paahh... eemmhh... ogghh... Paahh... Paahh, ggghh... Mamahh maaooo keluaarr... oogghh... bareng Paahh."
Kucabut
dulu penisku dan Rita kuminta untuk telentang kembali dan lantas
kutindih lagi sebab aku ingin menatap dan menciumi wajah kekasihku
ketika kami sama-sama ejakulasi. Kutancapkan kembali penisku ke
vaginanya yang terlihat semakin memerah, kujilati dulu lendir-lendir di
kemaluannya sampai lumat dan kutelan dengan nikmat. Dia menggeliat.
"Cepat dong masukan lagi penisnya Pah!"
Dan
bbbleess… oh nikmat sekali rasanya vagina perawanku tercinta ini. Aku
seperti di awang-awang, saling mencintai dan dicintai. Kugoyang terus
pantatku semakin lama semakin kencang dan penisku keluar masuk vaginanya
dengan gagah, Rita terus melenguh kenikmatan sambil tangannya
memilin-milin puting susuku semakin membawa nikmat. Rita semakin
menggila goyangannya mengimbangi keluar masuk penisku ke vaginanya,
penisku terasa disedot-sedot dan dijepit dengan daging lunak yang
ngepres sekali. Keringat kami semakin bercucuran dan semakin
membangkitkan gairah cinta, kemudian tiba pada puncak gairah cinta dan
surga dunia kami yang paling indah, paling berkesan sekali disaksikan
laut kidul, dan kami berdua serempak berteriak dan mengejang.
"Paahh... Maahh... oogghh... mauuu keluuuarrr... ogghh... baarrrreeengg... yuuu..., oooghh... sayaang."
Kami
sama-sama mengejang, mengerang, merengkuh apa pun yang bisa direngkuh,
sebuah klimaks dua manusia yang saling mencintai dan baru dipertemukan,
meskipun sudah agak telat karena aku sudah berkeluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar