Senin, 06 Juni 2011

Permainan Terlarang

Ini adalah pengalamanku beberapa bulan lalu di tempat kost pacarku Nina. Aku sudah terbiasa keluar masuk di tempat kost itu baik itu bersama Nina atau sendirian. Kadang aku juga nginep kalau kemalaman. Kost ini memang nggak ada yang ngawasi, pemiliknya hanya datang sebulan sekali ambil duit.

Suatu hari aku datang ke kost Nina, sialnya pas saat itu Nina sudah keburu pergi ke Bromo bersama teman kuliahnya. Dalam hatiku aku mengumpati si Nina yang nggak lagi pamit kek atau ngasih tahu seperti biasanya. Mentang-mentang dia ada yang naksir lagi trus aku mulai nggak dianggap lagi.

Sore itu iseng-iseng aku nyalakan komputer di kamar Nina, ntar biar aku masukin virus makro-nya MS-Word lagi biar ilang semua ketikan dia. Tapi aku main DOOM dulu biar medongkolku agak berkurang. Belum lima belas menit aku main tiba-tiba pintu kamar yang nggak aku kunci terbuka. Tia dengan celana pantai dan kaos dagadunya sudah menerombol masuk ke kamar Nina. Waduh aku kena jadi sembur monster Doom deh.

“Hai mas, sedang apa ?” si Tia teman sekost nya Nina datang, wah si Tia nih pasti minta tolong ngetik lagi.
“Minta tolong dong mas,” pintanya sambil berganyut di daun pintu. Aku pura-pura nggak mau
“Aduh,.. aku bener-bener capek sekarang Va, kalau kamu sendiri mau pake komputer ini pake aja” Tia memonyongkan bibirnya, aku tahu dia nggak lancar ngetik maklum nggak sering make komputer.

“Tolonglah mas, aku nggak bisa ngetik lancar nih apalagi ini banyak rumusnya, bisa-bisa dua lembar selesai dua hari “. Memang sih kalo MSWord pake rumus mesti klak-klik terusan ngerjakannya.
“Kamu bawa ke rental saja deh, ntar disana ada kok yang mau ketikin”. “Penuh, besok sudah harus dikumpulin” jawabnya singkat. “Duh mahasiswa, kebiasaan pake acara dadakan tuh, Oke aku ketik tapi nanti kamu harus pijitin aku. Bagaimana ?” aku mengajukan penawaran. “Nanti kalo ketahuan Nina ?” Tia memandang langit-langit dan aku memandangi pahanya. “Enggak, kan Nina lagi ke Bromo”

Singkatnya penawaranku diterima dan aku langsung ketik naskah punya Tia. Baru dua paragraf aku ketik, aku jadi teringat kalau aku juga pernah ketik naskah semacam ini untuk Nina. So jadi tinggal Copy dan Paste lalu Edit sedikit dan selesai.
“Di print sekalian nggak nih Tia ?” tanyaku pada Tia yang malah asik bolak-balik majalah punya Nina.
“Lho kok cepet sekali, nggak ada yang salah ketik apa ?” ia bangkit dan mendekat ke arah monitor memeriksa naskah itu. Tia agak membungkuk membaca hasil ketikanku di monitor. Eh ada kesempatan baik, leher kaosnya jadi turun dan aku bisa melirik tetek milik Tia. Luar biasa, sekilas saja aku bisa pastikan tetek milik Tia masih kencang.

“Eh nakal ya,” aduh ketahuan deh. Tia segera bangkit dan menutup leher kaosnya. Aku nyengir-nyengir saja. Tapi dia nggak serius tuh marahnya, Tia malah senyum-senyum malu sambil memaksakan diri melotot.
“Ntar aku bilangin Nina lho, mas suka ngintip” ancamnya lagi. “Ah bukannya kamu yang suka ngintip kalo aku pas tidur sama Nina”, aku balikan kata sambil menyalakan printer. Memang Tia pernah ketahuan ngintip pas aku sedang minta jatah biologis sama Nina. “Nih ” empat lembar naskah itu sudah tercetak dan aku serahkan sama Tia. “Trims ya mas. Jadi nggak pijit nya ?” “Oh ya jadi dong.

Aku tiduran di ranjang dan Tia memijiti punggungku. Pintu aku tutup tapi nggak aku kunci. Aku melepaskan baju yang aku pakai, aku bilang takut kusut. Pijatan Tia terasa enak sekali malah seperti sudah prof. Dari leher sampai pinggang diurut dengan seksama. “Tia, kamu cerita sama Budi (pacarnya Tia) nggak ?” tanyaku membuka kebisuan. “Cerita apa ?” “Tentang yang kamu intip itu” “Ah ya enggak dong ” “Bener ? “Iya,..!!!”

Dua puluh menit aku dipijitin sama si Tia lalu dia mengeluh capek. Aku menawarakan diri untuk gantian pijit.
“Ah enggak ah, geli, “Tapi enak lho Tia percaya deh” mulanya dia nolak tapi akhirnya mau juga. Aku bangkit sambil aku geser dia untuk naik ke ranjang. Aku pijit mulai dari lehernya lalu turun ke punggung dan pinggang. Aku perhatikan paha bagian belakang Tia mulusnya bukan main, putih lagi.

“Tia kamu pernah nggak main sama Budi ?” aku beranikan diri untuk masuk ke dalam topik yang rada ngeres.
“Main apaan ?” “Main kayak aku sama Nina” “Ehm, mulai aneh-aneh ya, “Cuma nanya kok “Kalo pernah kenapa dan kalo belum pernah juga kenapa ?” “Yah nggak apa-apa, cuma pingin tahu aja, kamu tahu aku sama Nina, aku juga kepingin tahu kamu dengan Budi, “Nggak ah, nggak aku jawab” “Ah berarti pernah nih”
“Lho kok bisa ambil kesimpulan?” “Iya biasanya kalo belum pernah pasti jawabnya tegas belum”

“Terus, kalo aku sudah pernah main sex begitu sama Budi kenapa juga” “Yah, barangkali,” Aku sengaja nggak nerusin kata-kataku. “Barangkali apa ?!” “barangkali aku boleh coba” “Ah nggak mau, “Kenapa, “Aku takut, punya mas besar sekali” “Justru yang besar itu yang enak tahu ”

“Ah masak ?” Tia memutar badannya dari yang tadinya telungkup jadi telentang. Aku nggak buang waktu lagi, aku segera menindihnya. Tia gelagepan ketika aku serang teteknya yang membuat aku penasaran dari tadi. Aku ciumi lehernya sampai dia terengah-engah kehabisan nafas. Ketika aku dapatkan bibirnya tanganku mulai melepasi kaos dan celana pantai sekalian cd-nya. Aku tangkap gundukan daging di selangkangannya dan dengan jari tengahku aku gosok lipatan dagingnya yang sudah becek dengan lendir. Tia jadi Ahhh uhhhh sambil menggelinjang ke kanan dan ke kiri.

Tiba tiba Tia jadi buas, ia mendorong tubuhku dan duduk diatas perutku membelakangi aku. Dengan terburu-buru ia melepaskan ikat pinggang celana yang aku pakai. Aku ngeri takut kalau resleting celanaku makan korban. Dan sebentar saja Tia sukses menurunkan celana yang aku pakai sebatas lutut. Dan bongkahan daging yang sedari tadi sudah membengkak diselangkanganku menyembul keluar. Tia meremasnya kuat-kuat sebelum ia memundukkan pantatnya ke arah mukaku dan “slup” bongkahan dagingku itu sudah masuk dalam mulutnya. Nggak nyangka, Tia yang selama ini aku kira diem eh ternyata, Boleh juga permainannya.

Aku juga nggak tinggal diam, memiaw Tia yang hampir tanpa bulu itu sudah terpampang didepan mukaku dan aku hisap serta jilati sepuasnya. Lidahku aku julurkan mencoba menerobos ke dalam lobang memiaw Tia. Sejenak ia melepaskan kulumannya dan menengadah sambil merancu “Ehhh lagi mas ehhh terus terus yah yang itu ehhhh” ….

Aku nggak tahan lagi didiemin barangku. Segera aku dorong pantat Tia sehingga ia telungkup lagi dan aku arahkan rudal scottku ke balik pahanya.
“Agak diangkat dikit dong Tia” pintaku supaya Tia agak nungging. Ia menuruti sambil membuka selangkangannya lebih lebar. Dan aku mulai membenamkan rudalku dalam memiawnya. Ia meringis dan katanya punyaku lebih besar dari pada milik si Budi. Tapi ketika aku mulai membenamkan lebih dalam lagi Tia melotot dan mengaduh kesakitan. Mungkin karena ia baru pertama kali ini mendapatkan the real penis macam punya aku. Aku diamkan sebentar sambil menenangkan Tia. Kalau gara-gara ini akhirnya di cancel wah rugi dong aku.

Aku mulai pelan pelan menarik dan membenamkannya lagi sampai Tia terbiasa. Nggak seberapa lama kok, lima enam kali memiaw Tia sudah bisa adaptasi dengan punyaku. Meskipun begitu lobang memiaw Tia masih terasa menggenggam batang dagingku erat sekali. Jadi ingat rasanya seperti pertama aku memperawani si Nina dulu. Nggak sampai sepuluh menit Tia sudah kejang melepaskan orgasmenya yang pertama. Ah dasar pemula sih. Aku berhenti sejenak disaat aku sudah sampai pada tujuh puluh lima persen hampir orgasme.

Aku bangkitkan lagi gairahnya dengan meremas kedua puting tetek Tia dari belakang. Berhasil, Tia mulai menggoyangkan lagi pantatnya dan aku nggak buang waktu lagi, aku segera mengayunkan ke depan dan kebelakang mengimbanginya. Tia orgasme sampai empat kali sebelum yang kelimanya aku dan Tia orgasme bareng-bareng. Aku hamburkan semua spermaku dalam memiaw Tia yang berdenyut kuat dan aku tertidur.

Aku bangun sekitar pukul setengah sembilan dengan kemaluan masih menancap dalam memiaw Tia. Aku bangunkan dia dan asiknya si Tia jadi minta lagi. Malam itu aku ganti ganti style mulai dari frontal, berdiri, doggy style juga dengan duduk diatas kursi. Aku bermalam di tempat kost itu kali ini bukan di kamar Nina tapi di kamar Tia. Aku jadi nggak kesepian lagi meski Nina ke Bromo sampai empat hari dan empat hari itu aku dan Tia menggunakan kesempatan sebaik-baiknya.

Tia pindah kost setelah dua minggu sejak itu. Tempat kost baru Tia sejenis dengan tempat kost sebelumnya bebas keluar masuk. Aku dapat dua jatah satu dengan Nina satu lagi dengan Tia. Beberapa hal yang aku suka pada tubuh Tia adalah memiawnya yang nggak terlalu banyak bulu dan teteknya yang begitu ranum. Buat Budi aku minta maaf telah melanggar kebunmu, habis menurut Tia kamu kurang bersungguh-sungguh dan selalu ketakutan dengan kehamilan. Kan ada tekniknya supaya nggak hamil tanpa harus ketakutan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar