Rabu, 08 Juni 2011

ISTRI TEMANKU

Ini yang terjadi enam bulan lalu. sebut saja aku (Iwan, nama samaran) Saat temenku menikah dadakan dan gak punya stok uang sedikitpun. Hingga akhirnya aku pun kasihan, dan meminjakan uang kepada temenku

Aku sebenarnya tidak tega menagih utang pada kawanku yang satu ini. Namun, karena keadaanku juga sangat mendesak, aku memberanikan diri dengan harapan temanku bisa membayar; minimal separuhnya dulu. Sayang sekali, Dodi (nama samaran), kawanku yang baru menikah enam bulan yang lalu ini, tak bisa membayar barang sedikit pun. Memang aku mengerti keadaannya. Ia menikah pun karena desakan orang tua Mira (nama samaran), yang kini jadi istrinya. Dodi sendiri, sampai saat ini belum punya pekerjaan.

Karena hari sudah larut, aku tahu diri, segera permisi pada Dodi."Gua jadi enggak enak nih.."
"Sudahlah Dod. Gua gak apa-apa koq. Gua cuma nyoba aja, barangkali ada," aku menukasnya, takut membuatnya jadi beban pikiran. "Wan, gua mau bisikin sesuatu..' tiba-tiba Dodi mendekatkan mulutnya ke arah telingaku. Dan aku benar-benar terkejut, ketika Dodi menawarkan istrinya untuk kutiduri."Gila lu.. Sialan.." ucapku.


"Sstt.. Jangan berisik. Gua juga kan ingin balas budi sama elu. Soalnya elu udah banyak berbuat baik sama gua. Gak ada salahnya kan, kalau kita saling berbagi kesenangan.." begitulah ucap Dodi dengan serius.

Memang diam-diam sudah sejak lama aku selalu memperhatikan Mira. Bahkan aku pun memuji Dodi, bisa mendapatkan gadis secantik Mira. Selain posturnya yang tinggi, Mira memiliki kulitnya yang putih dan mulus. Tubuhnya menggairahkan. Memang selalu terbungkus rapat, dengan baju yang longgar. Namun aku dapat membayangkan, betapa kenyalnya tubuh Mira.

Baru melihat wajah dan jemari tangannya pun, aku memang suka langsung berpantasi; membayangkan Mira jika berada di hadapanku tanpa busana. Lalu Mira kugumuli dengan sesuka hati. Namun untuk berbuat macam-macam, rasanya kubuang jauh-jauh. Karena aku sangat tahu, Mira itu orang baik-baik, dan keturunan orang baik-baik pula. Lihat saja penampilannya, yang selalu terbungkus sopan dan rapi.

"Lu serius, Dod? Bagaimana dengan Mira? Apa dia mau?" aku pun akhirnya mulai terbuka."Kita pasang strategi, donk! Kalau secara langsung, jelas istri gua kagak bakalan mau," jawab Dodi."Gimana caranya?" aku penasaran.

Dodi kembali membisikan lagi rencana gilanya. Aku memang sangat menginginkan hal itu terjadi. Sudah kubayangkan, betapa nikmatnya bersetubuh dengan perempuan aduhai seperti Mira.

"Mira..! Mira..! Miraa..!" Dodi memanggil istrinya. Dan tanpa selang waktu lama, Mira ke luar dari dalam kamarnya dengan dandanan yang tetap rapat."Ada apa, Bang?" tanya Mira. "Tolong belikan rokok ke warung..!" kata Dodi sambil merogoh uang ribuan ke dalam sakunya."Baik, Bang," Mira menerima uang itu, lalu ke luar.

Dodi segera menyuruhku masuk ke dalam kamarnya, seraya masuk ke kolong ranjang. Aku mau saja, berbaring di tembok dingin, di bawah ranjang. Lalu Dodi ke luar lagi. Pintu kamar, tampak masih terbuka.

Tidak lama kemudian, terdengar suara Mira yang datang. Mereka bercakap-cakap di ruang tamu. Dan Dodi  mengatakan kalau aku sudah pulang, karena ada ditelepon sama bos-ku. Mira kedengarannya tidak banyak tanya. Dia tak terlalu mempedulikan kehadiranku. Hingga suara pintu yang dikunci pun, bisa terdengar dengan jelas.


Kulihat dua pasang kaki memasuki kamar. Pintu ditutup. Dikunci pula. Bahkan termasuk lampu pun dimatikan, sehingga mataku tak melihat apa-apa lagi. Yang kudengar hanya suara ranjang yang berderit dan suara kecupan bibir, entah siapa yang mengecup. Lalu ada juga yang terdengar suara seleting celana, dan nafas Mira yang mulai tak beraturan. Pluk, pluk, pluk.. Sepertinya pakaian mereka mulai dilemparkan ke lantai, satu persatu.

"Emh.. Ah.. Uh.. Oh.." Jelas, itu suara milik Mira."Euh.. He.. Euh.." nah kalau itu, suara Dodi.
Tampaknya mereka sudah mulai bercumbu dengam hebatnya. Ranjang pun sampai bergoyang-goyang begitu dahsyat."Emh.. Akh.. Ayo Bang.. Aduuh ss.." suara Mira membuat nafasku bergerak lebih kencang dari biasanya.

Aku bisa merasakan, Mira sedang ada dalam puncak nafsunya. Aku sudah tidak tahan mendengar suara dengusan nafas kedua insan yang tengah memadu berahi ini. Hingga aku mulai membuka celanaku, bajuku dan celana dalamku. Aku sudah telanjang bulat. Lalu aku bergerak perlahan, ke luar dari tempat persembunyian, kolong tempat tidur.

Meski keadaan sangat gelap, namun aku masih bisa melihat dua tubuh yang bergumul. Terutama tubuh Mira, yang putih mulus. Dodi sudah memasukan penisnya, dan sedang memompanya turun naik, diiringi desahan nafas yang tersengal-sengal. Konvensional. Mira sepertinya lebih menikmati berada di posisi bawah, sambil kedua tangannya memeluk erat tubuh Dodi, dan kakinya menjepit pantat Dodi. Aku mulai tidak tahan.

Tiba-tiba Dodi semakin mempercepat pompaannya. Ranjang bergoyang lebih ganas lagi. Dan suara erangan tertahan Mira semakin menjadi-jadi. "Emh, emh, emh, emh.. Ah.. Oh.." Hanya itu yang keluar dari mulut Mira, karena mulutnya disumpal oleh mulut v. Dan akhirnya."Agh.. Agh..!" suara Dodi mengakhiri pendakian itu.

Namun tampaknya Mira belum selesai. Terbukti, kakinya masih menyilang erat, mengunci paha Dodi, agar tak segera mencabut penisnya. Tetapi apa hendak dikata, Dodi sudah lemas. Ia tergolek dengan nafas yang lemah lunglai.


Kesempatan inilah, saatnya aku harus masuk. Demikian yang direncanakan Dodi tadi. Maka tanpa ragu lagi, aku segera melompat ke atas ranjang. Meraih tubuh Mira dan langsung menindihnya. Tentu saja Mira terpekik kaget.

"Siapa Kau..! Kurang ajar..! Pergi..! Ke luar..! jangan..! setaan..!" Mira berontak. Ia sangat marah tampaknya.
"Mira, aku punya hutang pada kawanku. Berilah ia sedikit kesempatan.." Dodi yang menjawab, sambil mengelus rambutnya. "Biadab..! Aku tidak mau..! Lepaskan..! " Mira mendorong tubuhku.

Namun karena nafsuku sudah memuncak, aku tak mungkin menyerah. Kutekan lebih keras tubuhnya, sambil tanganku berusaha menuntun agar penisku segera masuk. Mira tetap meronta. Mira berkali-kali meludahi mukaku. Tetapi aku diam-diam menikmatinya. Bahkan ludahnya malah kusedot dari bibirnya, dan kutelan.

Meskipun liang vagina Mira sudah licin, namun penisku tetap agak seret untuk segera menembusnya. Mira terpekik, ketika aku menekan dan memaksakannya sekaligus. Bles..! Akhirnya masuk juga. Kudiamkan beberapa saat, karena aku ingin mencumbu dulu bibirnya. Mira tetap berontak, sampai akhirnya kehabisan tenaga. Akhirnya ia hanya diam.

Kurasakan ada air mata yang mengalr dari kedua kelopak matanya. Tetapi aku semakin bernafsu. Kuremas-remas payu daranya yang ternyata memang cukup besar dan begitu kenyal. Lalu aku mulai memompa penisku. Mira terpekik kembali. Kasihan juga, aku melihatnya. Sehingga aku bergerak perlahan-lahan, sampai akhirnya vagina Mira bisa beradaptasi dengan penisku. Mira tidak bereaksi. Ia diam saja. Namun aku sangat menikmatinya.

Walaupun Mira diam, tentunya jauh lebih nikmat dari pada melakukannya dengan patung. Aku terus memompanya, sampai napasku mulai ngos-ngosan. Kucoba menyalurkan nafasku ke arah telinga Mira. Dan hasilnya cukup bagus. Lama kelamaan, di sela isakan tangisnya, diam-diam kurasakan vaginanya diangkat, seakan Mira ingin menerima hunjaman penisku lebih dalam. Tentu saja aku semakin bersemangat. Kupompa lebih cepat lagi. Tiba-tiba isakan tangisnya berhenti, diganti dengan nafasnya yang kian memburu. Dan yang lebih mengagetkan lagi, kakinya tiba-tiba mengunci pantatku. Aku tersenyum, sambil mencumbui telinganya.

"Kau menikmatinya, sayang?" bisikku."Diam..!" dia membentakku. Namun aku yakin, Mira hanya tidak mau mengakui kekalahan dirinya. Buktinya, ketika penisku kucabut, Mira menekan pantatku. Tangannya pun memeluk tubuhku, agar aku merapatkannya kembali.

Lalu ada suara erangan dari bibirnya yang tertahan. Bersamaan erangan itu, kedua kakinya semakin erat menekan pantatku. Dan vaginanya ditekan pula ke atas. Aku pun sangat terangsang. Hingga detik-detik akhir pun akan segera tiba. Kupeluk erat pula tubuh Mira. Kugenjot lebih cepat dan lebih keras. Sampai akhirnya tiba pada genjotan yang terakhir. Aku tekan sangat kuat. Kugigit pelan lehernya.
"Agh.. Agh.. Agh.." Maniku keluar di dalam vaginanya. Begitupun Mira. "Akh.. Akh.. Akh.. Ss.." begitulah yang keluar dari mulut Mira.

Lalu kemudian Mira mendorong tubuhku dan seakan menyesali dan tak mau lagi bersentuhan denganku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar